kalamPuan-workshop-perempuan-menulis-naskah-teater-tafsir-ulang-folklor

 In Blog

Tentang KalamPuan

KalamPuan diinisiasi Penastri (Perkumpulan Nasional Teater Indonesia) sebagai ruang inklusif bagi perempuan penulis naskah untuk mewujudkan pemikiran dan imajinasinya. KalamPuan bertujuan untuk memunculkan dan mendokumentasikan pemikiran dan imajinasi perempuan penulis naskah, menguatkan kehadiran dan jumlah perempuan penulis naskah teater, mengintervensi teater Indonesia melalui sudut pandang perempuan penulis naskah, dan menguatkan posisi perempuan sebagai subjek di arena teater Indonesia.

 

KalamPuan menggunakan pemahaman tentang kategori perempuan dalam pengalaman biologis dan pengalaman sosial. KalamPuan merupakan program berdurasi 3 tahun yang membuka diri untuk bergerak bersama kelompok minoritas dan membicarakan beragam wacana dengan perspektif kritis.

 

Latar KalamPuan

Keterlibatan perempuan di teater Indonesia tak banyak jumlahnya terlebih di bidang penulisan naskah. Naskah teater Indonesia didominasi oleh penulis laki-laki. Sangat kurang naskah yang ditulis oleh perempuan. Di rentang tahun 1968 hingga 1988 dipentaskan 102 naskah asli yang tak satupun di antaranya ditulis oleh perempuan, demikian dijelaskan Jakob Sumardjo dalam buku Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia, 1992. Teater Indonesia di masa tersebut ditampilkan tanpa sudut pandang perempuan.

 

Pada tahun 1972 Dewan Kesenian Jakarta melalui seksi teaternya membuka Bank Naskah. Bank Naskah rutin menyelenggarakan sayembara penulisan naskah sandiwara juga penerjemahan sastra drama dunia hingga tahun 1981. Tak ada nama penulis perempuan yang dicatat dari sayembara yang menyaring 532 naskah sandiwara dan menyatakan 44 naskah sebagai naskah sandiwara yang cukup baik.

 

Di tahun 2005, Lokakarya Perempuan Penulis Naskah Drama diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta. Tiga naskah drama hasil lokakarya dibukukan dan diterbitkan oleh Dewan Kesenian Jakarta. Tahun 2010 dan 2011 Forum Penulis Naskah Lakon diinisiasi Teater Garasi dan Teater Gardanala diikuti satu peserta perempuan dari 6 peserta. Di tahun 2015, Bengkel Riset Naskah Drama diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta dan hanya diikuti satu peserta perempuan dari 10 peserta. Di tahun 2019, Menulis Naskah Teater diselenggarakan Kala Teater dan diikuti 4 penulis perempuan dari 7 jumlah peserta. Di tahun 2020 Lelakon, kurasi naskah lakon Indonesia digagas Kalabuku. Dari 109 naskah yang masuk terdapat 30 penulis perempuan yang mendaftarkan naskahnya dari 109 naskah yang masuk. Data paling mutakhir di tahun 2021, Kalabuku menginisisasi Labo Lakon yang memilih 5 peserta perempuan dari 15 peserta terpilih. Beberapa kegiatan penulisan naskah tersebut memperlihatkan kuantitas keterlibatan perempuan penulis naskah yang belum signifikan. Sementara itu kita perlu terus menggali manifestasi pemikiran dan imajinasi perempuan dalam sejarah penulisan naskah teater di Indonesia.

 

Di rentang waktu 1908 hingga 2021 ada banyak perempuan penulis naskah yang berkontribusi pada teater Indonesia. Mereka, antara lain adalah Miss Tjitjih, Miss Devi Dja, Miss Riboet, Ratna Sarumpaet, Ken Zuraida, Tentrem Lestari, Margesti, Cok Sawitri, Rinrin Candraresmi, Adinda Luthvianti, Faiza Mardzoeki, Shinta Febriany, Verry Handayani, Tya Setyawati, Agustina Kusuma Dewi, Elly Delvia, Imas Sobariah, Naomi Srikandi, Luna Vidya, Dina Febriana, Agnes Christina, Erlina Rakhmawati, Desi Puspitasari, Kadek Sonia Piscayanti, Nurul Inayah, dan Dyah Ayu Setyorini. Mereka datang dari berbagai wilayah di Indonesia. Karya-karya mereka sebagian belum terbaca dan tersebar luas, belum dipentaskan dan dibicarakan juga tidak diajarkan di institusi pendidikan seni. Padahal karya-karya mereka adalah penanda penting keterlibatan perempuan di teater Indonesia.

 

Berbagai ihwal di atas mendorong Perkumpulan Nasional Teater Indonesia (Penastri) untuk menginisiasi program KalamPuan.

 

Tema KalamPuan #1

Kalampuan #1 mengusung tema Tafsir Ulang Folklor. Folklor telah membawa nilai, tradisi, dan adat istiadat dari suatu wilayah dan waktu tertentu yang diwariskan berkelindan dari masa lampau ke masa kini. Folklor dijelaskan James Danandjaja dalam buku Folklor Indonesia –Ilmu Gosip, dongeng, dan lain lain– sebagai sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan turun temurun, di antara kolektif apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

 

Folklor dikelompokkan menjadi folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan. Workshop ini membatasi penelusuran pada cerita rakyat yang merupakan salah satu bagian dari Folklor lisan. Cerita rakyat pada mulanya adalah peristiwa lisan yang diwariskan turun temurun secara tradisional oleh suatu kolektif. Sebagai produk budaya cerita rakyat menggambarkan masyarakat beserta kebudayaannya. Ada identitas dan nilai moral yang terkandung di dalamnya.

 

Beberapa penelitian tentang cerita rakyat dari perspektif gender menemukan persoalan bias gender. Cerita rakyat merepresentasikan posisi perempuan secara masif. Banyak cerita rakyat cenderung menampilkan perempuan secara fisik, dihubungkan dengan pekerjaan domestik, tidak terkait dengan hal kemasyarakatan, bawahan laki-laki, boleh diperintah suami dan wajib melakukannya, tergantung secara sosial dan finansial pada laki-laki yang membuat mereka sebagai subordinat, dan sejumlah citra negatif lainnya. Sebut saja yang populer di masyarakat; Bawang Merah Bawang Putih, Sangkuriang, Besse Pannawa-nawa ri Galesong, Jaka Tarub, Loro Jonggrang, dan lain-lain.

 

Folklor sangat sering dijadikan referensi perihal posisi dan citra perempuan. Kenyataan ini berdampak pada kehidupan perempuan di ranah domestik dan ranah publik. Sebagai bagian dari kebudayaan cerita rakyat telah sangat memengaruhi pikiran masyarakat perihal peran perempuan. Perempuan dicitrakan secara stereotip sebagai makhluk lemah lembut, cantik, emosional, manusia yang menggunakan pemikiran irasional dan transendental. Sementara laki-laki dipersepsi sebagai manusia kuat, rasional, perkasa, dan seterusnya. Mansour Fakih dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial menjelaskan bahwa kecenderungan subordinasi tersebut mengakibatkan munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting atau di bawah.

 

Tafsir ulang atas sejumlah folklor telah dilakukan antara lain oleh Toety Heraty dan Cok Sawitri melalui cerita rakyat Calon Arang. Upaya merekonstruksi folklor yang diskriminatif dan bias gender penting untuk terus dilakukan. Perspektif perempuan sangat diperlukan dalam upaya membongkar folklor yang ideologinya tidak sesuai dengan nilai yang ada saat ini. Hal ini diharapkan mampu mengubah masyarakat untuk melihat folkor yang merepresentasi kehadiran perempuan secara mutlak sebagai entitas independen dengan potensi dan peran penuh.

 

Ketentuan Program

  1. Seluruh rangkaian program berlangsung sepanjang November 2021 s.d. April 2022
  2. Pendaftaran dibuka 12 s.d. 21 Oktober 2021
  3. Kuota peserta terpilih sebanyak 15 orang
  4. Peserta terpilih diumumkan 25 Oktober 2021
  5. Pendaftaran dilakukan melalui linktr.ee/Penastri
  6. Info lengkap bisa diakses di www.penasti.org
  7. Narahubung: 0878-2289-7335

 

Ketentuan Pendaftar

  1. Orang yang mendefinisikan dirinya sebagai perempuan
  2. Berusia 17 hingga 35 tahun
  3. Pernah menulis minimal satu naskah teater
  4. Memilih satu folklor dan menulis alasan serta proyeksi atas folklor tersebut ketika ditulis sebagai naskah teater
  5. Melampirkan riwayat hidup dan foto
  6. Berkomitmen mengikuti seluruh tahapan program
Recent Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

Translate »
Wordpress Social Share Plugin powered by Ultimatelysocial
Follow by Email
Instagram
WhatsApp