In Blog

Gagasan berdirinya Taman Budaya (di Indonesia) terlahir dari pemikiran Ida Bagus Mantra (Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang menjabat dari tahun 1968-1978) usai berkunjung ke beberapa negara di awal tahun 1970. Di masa kunjungannya, Ida Bagus Mantra menjumpai pusat kebudayaan dan kesenian yang begitu maju, hidup. dan dilengkapi sarana prasarana yang memadai, seperti gedung pertunjukan, galeri seni, teater terbuka, dan ruang workshop. Hal tersebut memberinya inspirasi untuk mendirikan pusat kesenian dan kebudayaan di setiap daerah di Indonesia. Pusat kesenian dan kebudayaab tersebut akan diiikhtiarkan sebagai etalase atau ruang presentasi seni budaya di daerah. Dan, pada tahun 1978, melalui pengkajian bersama para budayawan, dikeluarkanlah SK Mendikbud RI nomor 0276/0/1978. Setelah itu, mengacu pada masterplan yang disusun oleh Bappenas, maka dibangun Taman Budaya tipe A di 8 (delapan) provinsi di Indonesia. Di waktu berikutnya, jumlah Taman Budaya terus bertambah, hingga pada tahun 1994 telah berdiri 23 (dua puluh tiga) Taman Budaya di seluruh Indonesia.

Selain diiikhtiarkan sebagai etalase atau ruang presentasi seni budaya di daerah, Taman Budaya (termasuk gedung kesenian serta kawasan pusat kesenian dan kebudayaan lainnya) juga ditujukan wadah untuk pembinaan kelompok-kelompok seni, memupuk potensi seniman dan meningkatkan kualitas karya (serta apresiasi) seni. Di tempat itu para pegiat seni berkumpul, berdiskusi dan berlatih untuk mengekspresikan gagasan artistiknya. Di masa lalu, Taman Budaya benar-benar merupakan surga dan oase bagi para pegiat seni. Namun,
beberapa dekade belakangan ini situasi telah berubah. Adanya kebijakan pemerintah yang tak berpihak pada seniman membuat mereka tersisihkan dari ruang lingkup hidupnya. Dibatasinya waktu, tingginya harga sewa gedung pertunjukan, dicuatkannya wacana komersialisasi pusat seni budaya dan puluhan permasalahan lainnya membuat para pegiat seni kesulitan untuk mengakses Taman Budaya (gedung kesenian serta kawasan pusat kesenian dan kebudayaan lainnya) dan tak mendapatkan hak mereka. Pada titik ini pula, penting bagi para seniman untuk melakukan pembelaan (dan perlawanan) untuk menuntut hak mereka. Disinilah peran advokasi kebijakan seni diperlukan.

NARASUMBER
Ainar Tri Lawide (Manajer Program dan Koreografer)
Asta Tbibuddin (Aktor dan Sutradara Teater)

MODERATOR
Ade Fathullah Hisyam (Aktor dan Sutradara)

TEMPAT
Zoom meeting Penastri

WAKTU
Hari/ Tanggal : Jum’at/23 Agustus 2024
Pukul : 14.00 – 16.00 WIB
Durasi : 120 menit

Recent Posts

Leave a Comment

Contact Us

We're not around right now. But you can send us an email and we'll get back to you, asap.

Not readable? Change text. captcha txt

Start typing and press Enter to search

Translate »
Wordpress Social Share Plugin powered by Ultimatelysocial
Follow by Email
Instagram
WhatsApp